Sebuah Kejujuran! (Part 3/Final)


Sudah beberapa hari ini Asty tidak masuk sekolah. Aku merasa prihatin dengan keadaannya. Persoalan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Masih terngiang ditelingaku, ucapan Asty ketika aku berkunjung ke rumahnya kemarin.


“Aku tidak terima Irgi perlakukan aku seperti itu. Kamu tahukan aku sangat mencintainya dan aku tidak bisa melupakannya. Tapi, kenapa dia memutuskan aku tanpa alasan yang jelas dan memperlakukan aku seperti itu. Seandainya aku tahu alasannya, mungkin aku bisa belajar melupakannya. Tolong aku Ri, aku tersiksa..”


Aku harus membantu Asty menyelesaikan masalahnya, aku harus mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi dengan Irgi, mungkinkah Irgi hanya menganggap hubungannya dengan Asty hanyalah sebuah permainan dan cinta sesaat. Ataukah Irgi punya alasan lain. Aku harus mencari tahu.


Setelah pelajaran usai, aku bergegas ke kelas Irgi. Namun.. aku tidak menjumpainya disana. Aduh.. Irgi dimana yah? Mungkinkah dia sudah pulang?. Aku berlari menuju ke gerbang sekolah. Mudah-mudahan aku masih sempat bertemu dengannya. Ternyata dugaanku betul. Irgi terlihat berjalan dengan Dian menuju ke luar sekolah. Sesaat aku ragu. Tapi bayangan Asty yang menderita karena cinta itu menghapus keraguanku.


“Irgi... tunggu..” teriakku sambil berlari mengejarnya.
Mendengar teriakanku Irgi dan Dian berhenti melangkah. Mereka menatapku dengan dahi berkerut.
“Ada apa Rin? Jangan bilang kamu disuruh Asty untuk memojokkan aku dan Dian?”  kata Irgi sesampainya aku dihadapannya.
Aku mengatur nafasku dulu sebelum menjawab pertanyaannya. “Maaf Irgi, kita perlu bicara.”
“Soal apa? Kalau mengenai Asty, maaf aku tidak mempunyai waktu untuk itu,” tandas Irgi.


“Kamu jangan egois begitu dong Irgi. Ini memang soal Asty. Tapi kamu jangan lari dari masalah. Sebagai sahabatnya, aku tidak bisa melihatnya tersiksa seperti itu. Kamu jangan acuh seolah tidak ada masalah diantara kalian. Aku yakin Asty akan melupakanmu dan tidak akan mengganggumu seandainya kamu mau jujur tentang semua ini.” Protesku melihat gayanya yang cuek.


Irgi dan Dian saling menatap. Aku tidak tahu apa makna tatapan mereka. Aku tidak peduli. Aku menarik tangan Irgi menjauh dari Dian.
“Dengar Irgi.. aku tidak mau membawa-bawa Dian dalam masalah kalian. Karena aku tahu masalah kalian tidak ada hubungannya dengan Dian. Jadi, berhentilah mencari kambing hitam akan ketidakjujuranmu.”


Irgi terdiam. Dian datang menghampiri Irgi. “Sebaiknya kamu ungkap semuanya sekarang Irgi. Kamu tidak bisa terus menghindar. Aku yakin kamu pasti kuat untuk mengatakannya.”  Ujar Dian sambil memegang tangan Irgi seolah memberikan kekuatan.
Seusai mengatakan hal itu, Dian berlalu pergi sambil melempar senyum kepadaku. Aku membalasnya dengan grogi.
“Baiklah, kita akan bicara..” ucap Irgi sambil mengajakku ke sebuah taman yang terletak di dekat sekolah kami.


“Maaf Irgi, Aku tidak bermaksud mencampuri urusan pribadi kamu. Tapi, aku cuma mau membantu sahabatku. Aku harap kamu mau jujur akan perasaanmu yang sebenarnya terhadap Asty. Kamu tahukan Asty tulus mencintaimu dan dia tidak ingin kehilangan kamu apalagi melihat ada wanita lain disisimu,” ucapku sambil membuka pembicaraan.


”Aku tahu Rin, tapi aku tidak bisa mencintai Asty,”


“Maksudmu..? Jadi selama ini kamu tidak pernah mencintainya. Lalu untuk apa hubungan kalian selama ini. Rupanya kamu hanya ingin mempermainkannya yah?”


“Bukan begitu Ri.. Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku tahu Asty tulus mencintaiku. Aku berusaha untuk membalasnya,tapi ternyata aku bisa dan tidak akan pernah bisa. Aku memang menyukainya, dia manis, baik hati dan setia. Tapi...”


“Bukankah cinta dapat tumbuh dari rasa suka?” protesku.


“Aku tahu dan sku berusaha untuk itu. Tapi, sekali lagi itu tidak mungkin terjadi pada diriku. Aku tidak ingin menyakiti Asty lebih lama lagi. Biar Asty membenciku itu lebih baik daripada dia mengharapkan aku terus.”


“Aku tidak mengerti Irgi, apa maksudmu?” tanyaku bingung.


“Dengar Rin.. waktu aku memutuskan untuk berpacaran dengan Asty, aku berharap akan dapat berubah. Tetapi aku salah ternyata aku tidak dapat berubah. Aku tidak ingin menyakiti Asty dengan ketidakberdayaanku ini.”


“Aduh.. Irgi, aku jadi semakin bingung dengan semua yang kamu katakan.”


“Rin, aku tahu kamu tidak akan mengerti.”


“Kalau begitu buat aku mengerti.”


Irgi diam sesaat. “Baiklah. Dengar.. Dian dan aku berteman sejak masih kecil. Kami telah saling mengenal satu sama lain. Hanya Dian yang selama ini mengerti diriku....”


“Tunggu dulu jangan bilang kamu jatuh cinta ama Dian,” potongku kesal.


“Akukan belum selesai bicara, Rin” tandas Irgi membuatku terdiam.


Aku berpisah sekolah dengan Dian sejak SMP karena orang tua Dian tidak setuju anaknya berteman aku. Penolakan orang tua Dian membuatku marah, jengkel dan tersiksa, padahal hanya Dian yang ngerti aku. Hingga aku bertemu dengan Asty dan berharap Asty seperti Dian menjadi sahabatku. Namun, ternyata Asty mencintaiku. Akupun berharap banyak dengan cinta Asty dapat merubahku. Akhirnya aku sadar, aku hanya semakin membuat Asty menderita.” Terang Irgi sambil menerawang.


Aku menunggu lagi Irgi melanjutkan ceritanya, walaupun kampung tengahku sudah mulai berbunyi.


“Akupun memutuskan berpisah dengannya tanpa mengemukakan alasan yang jelas. Aku tahu kalau aku mengatakan yang sebenarnya, Asty tidak akan percaya dan aku bisa malu. Aku akhirnya bertemu dengan Dian lagi dan merasa bahagia dia dapat satu sekolah denganku. Akupun memberitahukan masalahku dan dia bersedia membantu dengan berpura-pura sebagai pacarku,”


“Berpura-pura!?”  tanyaku.


Iya. Tapi aku tidak menyangka Asty akan menyerang Dian. Aku berpikir kalau Asty melihatku bersama cewek lain, dia akan membenciku dan mengira alasan putusnya hubungan kami karena adanya pihak ketiga. Ternyata aku salah. Asty sudah terlanjur sangat mencintaiku. Aku bingung harus berbuat apa, apalagi setelah mengetahui Asty tidak masuk sekolah hanya karena aku. Aku merasa bersalah. Kamu benar Rin, sebaiknya aku jujur padamu dan aku berharap kamu mampu memberikan pengertian kepada Asty bahwa aku...”


Aku menunggu ucapan Irgi selanjutnya.


Irgi diam tertunduk. Ada linangan airmata dipipinya. Aku tersentak, Irgi menangis. Aku tidak percaya ini. Ada apa sebenarnya?
“Rin.. aku harap kamu dan Asty nantinya mau mengerti dan menyimpan rahasia ini baik-baik. Aku tidak bermaksud menyakiti Asty. Aku hanya tidak mampu mengatasi penyakitku ini,”


“Penyakit.. penyakit apa Irgi?”


“Rin.. a..a..ku ini seorang homo, aku hanya menyukai sesama jenis. Itulah sebabnya aku tidak bisa membalas cinta Asty..” ucap Irgi terbata-bata membuatku tersontak kaget.


“Apa?!” ucapan Irgi bagaikan petir disiang hari. Aku sendiri tidak percaya dengan apa yang kudengar barusan. Ternyata Irgi Homo. Ya Tuhan.. mampukah Asty menerima kenyataan ini bahwa orang yang selama ini sangat dicintainya hanyalah seorang homo. Aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya pada Asty nanti...





***
The End

Comments

Popular posts from this blog

I'm Not Hero

Kepribadian Ganda

Nemu CD